HOW MUCH YOU NEED TO EXPECT YOU'LL PAY FOR A GOOD BUKU TEKS SIRAH TAHUN 4

How Much You Need To Expect You'll Pay For A Good buku teks sirah tahun 4

How Much You Need To Expect You'll Pay For A Good buku teks sirah tahun 4

Blog Article

terhadap bintang-bintang adalah keyakinan terhadap anwa' (simbol tertentu yang dibaca sesuai dengan posisi bintang) ; oleh karenanya mereka selalu mengatakan ; 'hujan yang turun ke atas kami ini lantaran posisi bintang begini dan begitu'. Di kalangan mereka juga beredar kepercayaan ath-Thiyarah yaitu merasa nasib sial atau meramal nasib buruk (karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja) . Pada mulanya mereka mendatangi seekor burung atau kijang, lalu mengusirnya. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kisri, maka mereka tidak berani bepergian dan mereka meramal hal itu sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal sial jika di tengah jalan bertemu burung atau hewan tertentu. Tak bebeda jauh dengan hal ini adalah kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci (dengan kepercayaan bahwa hal itu dapat menolak bala'-penj). Mereka juga menyandarkan kesialan kepada hari-hari, bulan-bulan, hewan-hewan, rumah-rumah atau wanita-wanita. Begitu juga keyakinan terhadap penularan penyakit dan binatang berbisa. Mereka percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram jika dendamnya tidak dilampiaskan. Ruhnya bisa menjadi binatang berbisa dan burung hantu yang beterbangan di padang sahara/tanah lapang seraya berteriak: 'Haus!

Hijrah kali ini membawa rombongan yang terdiri dari 83 orang laki-laki - dalam hal ini, riwayat yang menyatakan keikutsertaan 'Ammar bin Yasir dalam rombongan ini masih diragukan kevalidannya - dan eighteen atau 19 orang wanita. Trik kaum Quraisy untuk memperdaya kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah Kaum musyrikin tidak pernah merasa senang bila kaum muhajirin tersebut mendapatkan keamanan bagi diri dan dien mereka. Untuk itulah, mereka mengutus dua orang pilihan yang dikenal sebagai orang telah yang teruji lagi cerdik, yaitu 'Amru bin al-'Ash dan 'Abdulullah bin Abi Rabi'ah – sebelum keduanya masuk Islam -. Keduanya membawa titipan hadiah yang menggiurkan dari pemuka Quraisy untuk an-Najasyi dan para uskupnya. Kedua orang ini mempersembahkan hadiah kepada para uskup terlebih dahulu sambil membekali mereka beberapa alasan yang dengannya kaum muslimin dapat diusir dari negerinya. Setelah para uskup menyetujui untuk mengangkat permintaan keduanya tersebut kepada an-Najasyi agar mengusir kaum muslimin, keduanya langsung berhadapan dengan sang raja, menyerahkan beberapa buah hadiah kepadanya lalu berbicara dengannya. Keduanya berkata: "wahai tuan raja! Sesungguhnya beberapa orang yang masih bau kencur memasuki negeri anda sebagai orang asing; mereka meninggalkan agama kaum mereka namun tidak juga menganut agamamu bahkan mereka membawa

Periode kedua, periode Darul Arqam dan berlangsung tiga tahun yang berakhir beberapa saat setelah Umar ibn Khattab memeluk Islam. Banyak yang beranggapan bahwa Umar memeluk Islam pada tahun ketiga kenabian, tapi penelitian yang tepat membuktikan hal itu terjadi pada tahun kelima, sedangkan yang memeluk Islam pada tahun ketiga adalah Hamzah ibn Abdul Mutthalib. Periode ketiga, kegiatan dakwah secara terang-terangan, berlangsung selama lima tahun, sejak keluar dari Darul Arqam sampai beliau hijrah ke dan dari Thaif, suatu periode yang penuh pergolakan dan pergelutan dengan Qureisy. Hijrah ke Thaif merupakan bukti bahwa beliau menaruh harapan lebih besar bagi pengembangan dan penyebaran dakwah di luar Qureisy. Periode keempat, dakwah di luar kota Mekkah; apakah dengan mengunjungi pemukimanpemukiman suku di sekitar Mekkah atau dengan menemui setiap pendatang ke kota Mekkah. Pada periode inilah terbuka jalur hijrah ke Madinah. Jumlah pengikut yang berhasil direkrut pada periode pertama terlalu sedikit untuk dicatat sebagai keberhasilan. Diantara mereka terdapat pemuka masyarakat seperti: Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Haritsa dan Abu Bakar al-Shiddieq; terdapat pula golongan yang tidak mempunyai status sosial seperti Bilal, Khubab, Ammar ibn Yasir serta sejumlah orang-orang yang terpandang rendah di mata Qureisy. Mereka dihimpun oleh Rasulullah dan duduk sama-sama di suatu sudut Ka'bah mendengarkan ayat-ayat al-Qur'an, menerima penjelasan-penjelasan mengenai dasar-dasar iman dan membaca ayat-ayat secara bersamaan dengan suara keras. Orang-orang Qureisy merasa tidak senang dengan adanya orang-orang yang mereka pandang lemah dan rendah itu duduk sama posisi dengan orang-orang terpandang dan pemuka masyarakat.

TAHAPAN KEDUA BERDAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN (DAKWAH JAHRIYYAH) Meningkatnya frekuensi siksaan dan upaya menghabisi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam Manakala kaum musyrikun gagal dalam tipu muslihat mereka untuk memulangkan kaum Muhajirin; mereka semakin bertambah geram. Kedongkolan mereka bervariasi antara satu dan yang lainnya. Semakin lama semakin memuncak dan mereka timpakan juga kepada kaum muslimin yang lainnya, bahkan mereka sudah menjangkaukan tangan mereka kepada Rasulullah untuk menyakiti beliau. Tampak dari gerak-gerik mereka hal yang menunjukkan adanya keinginan untuk menghabisi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sehingga mereka dapat menumpas habis fitnah hingga ke akar-akarnya yang selama ini menggetarkan tempat tidur mereka, sebagaimana yang mereka kira. Sedangkan kaum Muslimin sendiri, sebagian mereka masih tinggal di Mekkah meskipun dalam jumlah yang sedikit. Mereka dapat melakukan hal itu baik lantaran ada diantara mereka yang memang termasuk orang-orang terpandang dan memiliki gigi atau mendapatkan suaka dari seseorang.

kemudian wilayah-wilayah Amman dan Yaman yang mengandalkan air musim hujan. Pusatpusat tersebut merupakan modal hidup bermasyarakat, bercocok tanam dan beternak, apakah peternakan sapi atau kambing ataupun domba. Maka siapa yang ingin menguasai semenanjung Arab ia harus mampu mencermati pusat-pusat kehidupan tersebut, yang meskipun luasnya relatif terbatas namun pada dasarnya sedemikian strategis sehingga dapat menentukan kelangsungan hidup di semenanjung. Kenyataan Kedua: Fenomena adanya kelompok-kelompok Arab badui yang hidup di luar pusat kegiatan dan perkampungan. Mereka itu adalah suku-suku dari bani Mudlar dan bani Aylan yang masih ada hubungan kerabat dengan suku Kinana dan Qureisy yang juga bani (anak cucu) Mudlar namun dari keturunan Ilyas. Pergelutan antara kedua anak cucu Mudlar ini cukup panjang. Selain Kinana, Qureisy dan Aylan, seluruh kelompok-kelompok keturunan Mudlar lainnya hidup sebagai suku-suku badui yang tersebar menduduki areal luas di mana terdapat sedikit mata air atau frequensi hujan musiman yang tidak banyak dan tak teratur. Tetapi air yang mereka dapatkan cukup untuk kebutuhan mereka dan hewan-hewannya. Kelompok-kelompok induk dari keturunan Mudlar yang membentuk suku-suku Hawazin, Ghatfan, Asd, 'Abs, Dzaeban, Bakr, Taghlub, Rabi'ah dan seterusnya yang menguasai areal luas tersebut adalah merupakan gudang sumber daya manusia yang paling menentukan dalam kehidupan di semenanjung Arab, walaupun kehidupan mereka sendiri tergantung kepada pusat-pusat kegiatan masyarakat dan perkampungan yang ada. Kelangsungan hidup suku-suku Ghatfan, Asd, 'Abs dan Dzaeban tergantung dan menyandarkan diri kepada perkampungan Khaebar, Fadk dan WadilQura.

berangkat ke tempat tujuan dengan sabdanya: “Kafilah dagang Qureisy akan lewat, barangkali Allah akan menganugerahkan kekayaan mereka kepada kalian”. Beliau tidak menyinggung akan ada perang padahal kemungikan untuk itu sangat besar. Setelah melakukan berbagai transaksi jual-beli yang cukup menguntungkan, kafilah berangkat meninggalkan Ghazzah bersama barang-barang bawaan dan kekayaannya menuju Mekkah melalui Az-Zarqa kemudian Adzru'at. Sebelum tiba di Mi'an salah seorang dari suku Judzam menyampaikan informasi bahwa kaum muslim akan menghadang mereka. Diriwayatkan oleh AlWaqidi bahwa “salah seorang dari suku Judzam menemui mereka (kafilah) dan melaporkan bahwa pada saat kafilah berangkat menuju Syam, Muhammad telah merencanakan untuk menyerang mereka tapi terlambat”. Yang dimaksud adalah operasi gazwat al-abwa. Di sini terdapat kekeliruan dalam riwayat yang mengatakan bahwa Muhammad menunggu kafilah selama satu bulan sebelum kembali ke Yatsrib. Kemudian lebih lanjut sang Judzami melaporkan bahwa “jika pada saat berangkat dengan bawaan ringan dan sedikit saja Muhammad sudah berambisi menyerang kafilah maka sepulangnya kafilah dengan bawaan berat berikut kekakayaan melimpah akan lebih memancing lagi ambisinya, dan kali ini pasti sudah mempunyai perencanaan yang lebih matang. Maka waspadalah dan jaga kafilah baik-baik, karena aku tidak melihat ada persiapan persenjataan. Selanjutnya terserah bagi kalian menentukan keputusan”. (Al-Waqidi Vol. one/28) Kiranya jelas bahwa sang Judzami cukup prihatin terhadap bahaya yang mengancam kafilah. Suatu indikasi bahwa dirinya adalah sekutu Qureisy. Suku Judzam umumnya adalah orang-orang Arab Nasrani atau keturunan bangsa Romawi. Hal ini menunjukkan bagaimana orang-orang Qureisy mengatur keamanan kafilah dan perdagangannya di Syam dan dari Syam ke Mekkah.

apalagi memperoleh pengajaran. Apa yang diriwayatkan sementara ini bahwa dalam perjalanan Muhammad menemani pamannya ke Syam ketika beliau masih berumur 8 atau nine tahun sempat bertemu dengan seorang pendeta -tidak bernama Bahira tetapi Sergius- adalah catatan yang masih diragukan keabsahannya. Tapi lihatlah betapa besar kerugian yang menimpa Sirah akibat kelalaian dan minimnya daya nalar serta ketidak telitian sebagian penulis tradisional kita terutama penulis al-Sirah alHalabiyah yang walaupun demikian populer namun tidak bisa diterima kecuali setelah melakukan pengecekan yang ekstra teliti terhadapnya. Pindah kepada paragraf 4 dan five dalam riwayat Bukhari yang berbunyi: “Dengan hati bergetar bahkan dengan tubuh menggigil Rasulullah kembali ke rumahnya mendapatkan Khadijah dan meminta untuk diselimuti. Kemudian setelah perasaannya kembali reda beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi dan bersabda: “Aku sangat cemas” dan untuk itu Khadijah menenangkan dengan mengatakan: Tidak, Demi Allah, Tuhan tidak akan pernah mengecewakanmu. Sesungguhnya engkau tiada pernah mengabaikan silaturrahim, tidak pernah memutuskan hubungan kekeluargaan, engkau suka mengatasi persoalan yang dihadapi oleh orang lain, engkau adalah penyantun bagi yang tak punya dan selalu memuliakan tetamu serta selalu berlapang dada menghadapi setiap cobaan”. Uraian ini lebih mendekati kenyataan, karena setelah mengalami yang terjadi di gua dan sejenak berdiam diri sementara berusaha mengembalikan kekuatannya Muhammad segera beranjak pergi meninggalkan gua menuju rumahnya sedang sekujur tubuhnya sedemikian dingin dan menggigil. Karena itu beliau meminta untuk diselimuti dan ketika tubuhnya mulai menghangat, jiwanya mulai tenang dan rasa takutnya mereda beliau menceritakan kejadiannya.

Satu kelemahannya adalah nada yang digunakan Armstrong yang menyiratkan bahwa dia mungkin tidak benar-benar percaya bahwa Muhammad sebenarnya diilhami oleh Tuhan.

Sejenak kita kembali menemani perjalanan Rasulullah dan balatentaranya di saat melewati IrqizZabiya yang belum begitu jauh meninggalkan Madinah, di mana beliau ditemui oleh seorang badui yang membawa berita mengenai kafilah. Sebuah informasi yang sebenarnya tidak begitu berharga. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di Rouha pada malam Rabu pertengahan Ramadlan. Di sana beliau bermalam; dan pada pagi hari melanjutkan perjalanan melalui telaga Rouha yang banyak belokan. Mereka menamakan telaga tersebut dengan julukan telaga sagasig, mirip dengan kata zigzag dalam bahasa Eropa. Segera setelah melewati telaga dan semakin mendekati Badr, beliau menganjurkan kepada para sahabat untuk membatalkan puasa karena melihat ada kemungkinan perang, namun kaum muslim masih tetap melanjutkan puasa. Ketika tiba di lereng bukit beliau memilih tempat perkemahan pasukan dan mengajak sahabatnya berunding dan musyawarah untuk menentukan keputusan akhir. Di sini kita menyaksikan suatu pemandangan yang kurang menarik perhatian para penulis klasik akan makna dan kandungannya yang amat penting. Sewaktu pasukan berangkat dari Madinah, tujuan yang tertanam dalam benak mereka adalah mencegat dan menyerang kafilah. Ini berarti bahwa kemungkinan akan adanya perang jauh dari perhitungan mereka. Kemungkinan tersebut semakin nampak sehingga Rasulullah merasa perlu merundingkan situasi baru tersebut bersama para sahabat. Sekiranya bukan Muhammad pasti secara apriori sudah beranggapan bahwa para pengikut harus tunduk dan patuh melaksanakan kemauan pemimpinnya untuk bertempur. Tapi Rasulullah adalah demokrat sejati yang menghormati konstitusi. Beliau sangat memperhatikan perlunya memaparkan persoalan di hadapan jamaah untuk mereka diskusikan kemudian menyatakan pendapat masing-masing secara jelas, karena kepemimpinan adalah tanggung jawab besar dan jamaahlah yang selayaknya menentukan keputusan.

Hanya Ummu Hani, adik kandung Ali ibn Thalib yang membantu untuk mengurus dan mengasuh ketiga putrinya: Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fatimah. Peristiwa isra' ke Bait alMaqdis dan mi'raj ke langit terjadi di kediaman Ummu Hani. Peristiwa isra' dan mi'raj itu sendiri adalah bagian dari kebesaran Muhammad yang telah melapangkan dada dan menambah kuat imannya di saat beliau sedang dirundung kesedihan dan dalam suasana yang seluruhnya memancing keputus-asaan. Keadaan ini tergambar dalam pembicaraan beliau dengan Ummu Hani sesaat setelah baru saja menjalani peristiwa tersebut. Beliau menceritakan seluruh pengalamannya kepada Ummu Hani yang tertegun dan tercengangcengang mendengarkan. Ia meminta Rasulullah agar tidak menceritakan hal itu kepada khalayak, khawatir mereka akan menaruh syak dan keraguan atau bahkan mendustakan. Tapi Rasulullah sudah memutuskan untuk menceritakannya kepada khalayak. Dan ternyata dugaan Ummu Hani benar adanya, karena para pengikut yang masih lemah imannya seketika meninggalkan Islam, namun yang imannya kuat seperti Abu Bakar tidak terpengaruh sedikit pun dan sejak itu Abu Bakar mendapat julukan al-Shiddieq; yakni sangat membenarkan apa saja yang dikatakan Rasulullah. Hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa isra'-mi'raj adalah bahwa peristiwanya terjadi pada saat penduduk Mekkah sudah menutup seluruh pintu harapan bagi Rasulullah dengan gerakan perlawanan dan terus-menerus mendustakannya. Allah ingin memperlihatkan betapa tinggi derajat Muhammad diantara para Nabi dan Rasul yang pernah diutus ke dunia. Itu sebabnya mengapa Muhammad mengimami mereka shalat di Bait al-Maqdis kemudian dimi'rajkan ke langit dimana dapat menyaksikan cahaya kebesaran Allah, bertemu dan bercakap-cakap dengan sebagian Nabi seperti Musa AS.

impian kami dan mencemooh tuhan-tuhan kami hingga engkau mencegahnya sendiri atau kami yang akan membuat perhitungan dengannya dan denganmu sekaligus. Setelah itu, kita lihat siapa diantara dua kelompok ini yang akan binasa". Ancaman dan ultimatum yang keras tersebut sempat membuat nyali Abu Thalib bergetar juga, karenanya dia menyongsong Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sembari berkata kepadanya: "wahai keponakanku! Sesungguhnya kaummu telah mendatangiku dan mengatakan begini dan begitu kepadaku. Oleh karena itu berdiamlah demi kemaslahatanku dan dirimu sendiri. Janganlah engkau membebaniku dengan sesuatu yang tak mampu aku lakukan!". Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam mengira bahwa dengan ini pamannya telah mengucilkannya dan tak mampu lagi melindungi dirinya, maka beliaupun menjawab: "wahai pamanku! Demi Allah! andaikata mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan agama ini -hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya- niscaya aku tidak akan meninggalkannya". Beliau mengungkapkannya dengan berlinang air mata dan tersedu, lalu berdiri untuk berpaling namun ketika itu, pamannya memanggilnya dan menghampirinya sembari berkata: "Pergilah wahai keponakanku! Katakanlah apa yang engkau suka, demi Allah! aku tidak akan pernah selamanya menyerahkanmu kepada siapapun!

NabiNya dan BaitNya. Sebab ketika kita memandang ke Baitul Maqdis, kita melihat bahwa kiblat ini (dulu, sebelum Ka'bah-red) telah dikuasai oleh musuh-musuh Allah dari kalangan kaum Musyrikin dimana ketika itu penduduknya beragama Islam, yakni sebagaimana yang terjadi dengan tindakan Bukhtanashshar terhadapnya pada tahun 587 SM dan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 M. Sebaliknya Ka'bah tidak pernah dikuasai oleh orang-orang Nasrani (mereka ketika itu disebut juga sebagai orang-orang Islam/Muslimun) padahal penduduknya adalah kaum Musyrikin. Peristiwa tragis tersebut juga terjadi dalam kondisi yang dapat mengekspos beritanya ke seluruh penjuru dunia yang ketika itu sudah maju; Diantaranya, Negeri Habasyah yang ketika itu memiliki hubungan yang erat dengan orang-orang Romawi . Di sisi lain, orangorang Farsi masih mengintai mereka dan menunggu apa yang akan terjadi terhadap orangorang Romawi dan sekutu-sekutunya. Maka, ketika mendengar peristiwa tragis tersebut, orang-orang Farsi segera berangkat menuju Yaman. Kedua negeri inilah (Farsi dan Romawi) yang saat itu merupakan negara maju dan berperadaban (superpower). Peristiwa tersebut juga mengundang perhatian dunia dan memberikan isyarat kepada mereka akan kemuliaan Baitullah. Baitullah inilah yang dipilih olehNya untuk dijadikan sebagai tempat suci. Jadi, bila ada seseorang yang berasal dari tempat ini mengaku sebagai pengemban risalah kenabian maka hal inilah sesungguhnya yang merupakan kata kunci dari terjadinya peristiwa tersebut dan penjelasan atas hikmah terselubung di balik pertolongan Allah terhadap Ahlul Iman (kaum Mukminin) melawan kaum Musyrikin; suatu cara yang melebihi kejadian Alam yang bernuasa kausalitas ini.

bangunlah! Lalu berilah peringatan" (Surat al-Muddatstsir:2) . Seakan-akan dikatakan (kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ): sesungguhnya orang yang hanya hidup untuk kepentingan dirinya saja, bisa saja hidup tenang dan nyaman sedangkan engkau yang memikul beban yang besar ini; apa gunanya tidur bagimu? Apa gunanya istirahat/refreshing bagimu? Apa gunanya permadani yang hangat bagimu? Apa gunanya hidup yang tenang bagimu? Apa gunanya kesenangan yang membuaikan bagimu? Bangunlah untuk melakukan urusan maha penting yang menunggumu dan beban berat yang disediakan untukmu! Bangunlah untuk berjuang, bergiat-giat, bekerja keras dan berletih-letih! Bangunlah! Karena waktu tidur dan istirahat sudah berlalu, dan tidak akan kembali lagi sejak hari ini; yang ada hanyalah mata yang meronda secara kontinyu, jihad yang panjang dan melelahkan. Bangunlah! Persiapkan diri menyambut urusan ini dan bersiagalah!. Sungguh ini merupakan ucapan agung dan kharismatik yang (seakan) melucuti beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dari kehangatan permadani di suatu rumah yang nyaman dan pelukan yang suam untuk kemudian melemparkannya keluar menuju samudera luas yang diselimuti oleh deru here ombak dan hujan yang mengguyur, (dan samudera) dimana terjadi tarik menarik yang membuat posisinya di hati manusia dan realitas hidup sama saja. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah bangun dan tetap bangun setelah perintah itu

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaumnya, beliau nampak lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri. Hal ini terjadi tatkala beliau menginjak usia 40 tahun; beliau membawa roti dari gandum dan bekal air ke gua Hira' yang terletak di jabal an-Nur , yaitu sejauh hampir two mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang indah, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,seventy five hasta dengan ukuran zira' al-Hadid (hasta ukuran besi). Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya. Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya yang masih menganut 'aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju dengannya. Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap hidup dan nestapanestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah.

Report this page